BINA SARANA INFORMATIKA
SUKABUMI
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita
jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini,
lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat
kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi
lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya
kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta
teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari
penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh
manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil
atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( Hubungan Iq Sq dan Eq )
sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Sukabumi, 07 Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Alasan pemilihan judul. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
B.
Latar Belakang masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sekilas tentang definisi masyarakat . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
B.
Masyarakat desa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . .
C.
Masyarakat kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . .
D.
Perbedaan Masyarakat Kota dan Desa . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .
E.
Hubungan Desa dan Kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Saran-saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam rentang waktu dan sejarah yang panjang, manusia
pernah sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ), bahkan sampai
saat ini. Kemampuan berfikir dianggap sebagai primadona. Potensi diri yang lain
diabaikan. Pola pikir dan cara pandang yang demikian telah melahirkan manusia
terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap, perilaku dan pola hidup sangat
kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak orang yang cerdas secara
akademik tetapi gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Mereka memiliki
kepribadian yang terbelah. Di mana tidak terjadi integrasi antara otak dan
hati. Kondisi tersebut pada gilirannya menimbulkan krisis multi dimensi yang
sangat memprihatinkan.
Fenomena tersebut telah menyadarkan kita bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir
semata, malah lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ). Tentunya ada yang salah dalam pola pembangunan SDM
selama ini, yakni terlalu mengedepankan IQ dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh
karena itu kondisi demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus
diterapkan secara seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang
sama kepada IQ, EQ dan SQ. Hal inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah
ini, dimana seseorang harus mengenal IQ, EQ, SQ dan kemudian menerapkannya
dalam kehidupan. Oleh karena itu, kami mengangkat makalah dengan judul
“Mengenal IQ, EQ, dan SQ, serta Penerapannya dalam Kehidupan” ditujukan
semata-mata untuk memberikan gambaran bagaimana mengenal IQ, EQ, dan
SQ, serta bagaimana menyeimbangkan dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka
masalahnya akan dirumuskan secara terperinci untuk mempermudah dalam merumuskan
tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah penulisan adalah
sebagai berikut :
- Apa pengertian IQ, EQ, dan SQ ?
- Bagaimana hubungan antara IQ, EQ, dan SQ ?
- Bagaimana penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam kehidupan ?
- Bagaimana peran IQ, EQ, dan SQ pada kesuksesan seseorang ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian IQ, EQ, dan SQ
Kecerdasan Intelektual atau
Inteligensi adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu
dengan menggunakan alat-alat berpikir. Kecerdasan ini ditemukan pada tahun 1912
oleh William Stem yang digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang.
Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak ).
Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk
berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
Ada dua faktor inteligensi yang terdapat pada seseorang, yaitu :
·
General Ability : Kemampuan
yang terdapat pada semua individu tapi dengan tingkatan yang berbeda satu sama
lainnya.
·
Special Ability : Kemampuan
yang berkaitan dengan bidang tertentu.
Klasifikasi Inteligensi terdiri dari :
·
Tes Inteligensi
Untuk mengetahui IQ (Intelligence
Quotient) seseorang, dilakukan tes inteligensi. Tes inteligensi menghasilkan
IQ. IQ menggambarkan tingkat inteligensi. Cara penentuan IQ adalah berdasar CA
(chronological age, usia kronologis) dan MA (mental age, umur mental). MA
adalah skor mentah yang diperoleh berdasar tes inteligensi.
·
Inteligensi rata-rata
orang
Inteligensi sebagian besar orang
tergolong average (rata-rata). Mereka dapat memperoleh penjelasan yang
rasional. Dalam keadaan sakit, kecerdasan orang tak dapat berfungsi penuh.
Perlu petunjuk yang praktis, tanpa penafsiran yang macam-macam. Banyak yang
mempengaruhi intelegensi, antara lain: amnesia (lupa terhadap pengetahuan masa
lalu). Orang yang kecelakaan dimungkinkan untuk menurun inteligensinya serta
stroke juga mempengaruhi inteligensi seseorang.
Kecerdasan emosi adalah kapasitas,
kemampuan, dan ketrampilan untuk menangkap atau menilai serta mengendalikan
emosi dirisendiri, orang
lain, dan kelompok. Akan tetapi, definisi akurat kecerdasan emosi masih merupakan rahasia yang
belum terungkap dan masih berubah-ubah. Kecerdasan emosi merupakan suatu
bangunan yang tersusun atas lima dimensi. Kelima dimensi itu adalah
pengetahuan, pengelolaan hubungan, motivasi diri, empati dan pengendalian
perasaan atau emosi. Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia.
Kecerdasan ini memang tidak mempunyai ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa
merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih
tepat diukur dengan feeling.
Kecerdasan emosi penting untuk menangani
situasi yang bermuatan emosi, suatu kondisi yang sering terjadi. Ini barangkali
adalah bagian yang paling sulit dalam pengembangan kecerdasan seseorang. Muatan
dari emosi negatif serta dampak dari kepercayaan diri, keberanian, dan
kejujuran dapat diperoleh denganbaik melalui kecerdasan emosi. Keterampilan
mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan emosi akan membentuk
seperangkat kemampuan pokok yang mempengaruhi banyak isu bisnis yang vital
bagi sensasi individu serta keberhasilan organisasi. Kecerdasan emosi
merupakan faktor yang paling jelas mengatur pola kehidupan. Kecerdasan ini
penting dalam pengelolaan emosi yang diperlukan untuk dapat membangun pola yang
berhasil. Pengembangan kecerdasan emosi sangat penting bagi keberhasilan
tingkah laku dan organisasi. Kecerdasan emosi merupakan penentu dalam
pembentukan serta keberhasilan hubungan di masyarakat. Kecerdasan ini juga
dapat menghilangkan perasaan takut, cemas, dan marah yang menghambat dalam
pengendalian emosi.
Kompetensi utama kecerdasan emosi yang membuat seseorang memiliki kepribadian
yang utuh adalah sebagai berikut :
1.
Kesadaran- diri emosional
Seberapa jauh kita mampu mengenali perasaan sendiri.
2.
Ekspresi emosional
Kemampuan mengekspresikan
perasaan dan naluri.
3.
Kesadaran akan emosi orang lain
Kemampuan mendengarkan, merasakan atau mengintuisikan
perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh, maupun petunjuk lain.
4.
Kreativitas
Berhubungan dengan berbagai sumberdaya non-kognitif yang
dapat membantu menyalurkan ide
baru, menemukan solusi alternatif dan cara efektif melakukan sesuatu.
5.
Kegigihan/fleksibilitas/adaptabilitas
Ulet dan tetap berhasrat serta berharap walaupun ada halangan.
6.
Hubungan antar pribadi
Menciptakan dan mempertahankan hubungan dengan
orang-orang yang bersama kita supaya menjadi realitas yang utuh.
7.
Ketidakpuasan konstruktif
Kemampuan tetap tenang dan fokus dengan emosi yang tidak
meningkat sekalipun dalam perselisihan.
8.
Wawasan/ Optimisme
Positif dan
optimistik.
9.
Belas kasihan/ empati
Kemampuan berempati dan menghargai perasaan orang lain.
10.
Intuisi:
Kemampuan mengenali, mempercayai, dan menggunakan
perasaan kuat yang muncul dari dalam, serta respons kognitif lain yang
dihasilkan oleh indera, emosi, pikiran, dan tubuh.
11.
Kesengajaan
Mengatakan apa maksud dan tekad untuk melaksanakan apa
yang kita katakan; bersedia tahan terhadap gangguan dan godaan agar dapat
bertanggung jawab atas segala tindakan dan sikap.
12.
Radius kepercayaan
Mempercayai bahwa seseorang itu “baik”, namun tidak juga
terlalu mempercayai seseorang.
13.
Kekuatan pribadi
Yakin dapat menghadapi segala tantangan dan hidup sesuai
dengan pilihan.
Kata spiritual memiliki akar kata
spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang
berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat
manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala
sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita.
Kecerdasan spiritual berarti
kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri seseorang sepenuhnya
sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Dengan
memiliki kecerdasan spiritual berarti bisa memahami sepenuhnya makna dan
hakikat kehidupan yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi.
Kecerdasan spiritual diyakini sebagai
kecerdasan yang paling utama dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan yang
lain. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah Kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna atau value, yaitu Kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain.
Kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi
(integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”. Kecerdasan spiritual
melintasi batas agama (religion). Meski demikian, pemaknaan yang mendalam dan
lurus terhadap agama yang dianut akan menjadi landasan yang kuat bagi tumbuh
dan berkembangnya suara hati dalam diri manusia.
Ciri-ciri SQ Tinggi menurut Zohar dan
Marshall memberikan gambaran bagaimana tanda-tanda orang yang memiliki SQ
tinggi, yaitu :
a.
Kemampuan bersikap fleksibel
(adaptif secara spontan dan aktif).
b.
Tingkat kesadaran yang tinggi.
c.
Kemampuan menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan.
d.
Kemampuan untuk menghadapi dan
melampaui rasa takut.
e.
Kualitas hidup yang diilhami
oleh visi dan nilai-nilai
f.
Keengganan untuk menyebabkan
kerugian yang tidak perlu.
g.
Kecenderungan untuk melihat
keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik).
h.
Kecenderungan nyata untuk
bertanya: “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban yang mendasar
i.
Pemimpin yang penuh pengabdian
dan bertanggungjawab.
j.
Kemampuan menghayati keberadaan
Tuhan.
k.
Memahami diri secara utuh dalam
dimensi ruang dan waktu
l.
Memahami hakekat di balik
realitas.
m.
Menemukan hakikat diri
n.
Tidak terkungkung egosentrisme.
o.
Memiliki rasa cinta.
p.
Memiliki kepekaan batin.
q.
Mencapai pengalaman spiritual:
kesatuan segala wujud, mengalami realitas non-material (dunia gaib).
Banyak di dunia ini hanya diukur dari
kecerdasan IQ saja. Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya
menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita
belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK.
Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari
test IQ saja. Banyak orang di dunia ini yang pintar namun tidak mampu
berkomunikasi secara perasaan kepada orang lain. Begitulah orang yang memiliki
IQ tinggi tetapi tidak dibarengi dengan EQ. Bagaikan paku yang pernah dihujam
ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih
tetap ada. Disinilah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri
kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri
sendiri dan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam
bersosial dan berkehidupan.
Telah kita ketahui bahwa IQ dan EQ
saling berkaitan serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun
apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan
berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk
termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas. Banyak orang cakap dan
pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler
sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk
berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah
seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu
dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal
dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“. Namun dibalik
kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah
gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri
serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.
Bagaimana dengan koruptor? Tentu saja
menjadi seorang koruptor harus memiliki EQ dan IQ yang baik. Dia cerdas dan
harus jago berstrategi. Jago bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut
hati orang untuk mau diajak berspekulasi dan berkompromi dengannya. Semangat
juang tinggi? Tentu, mereka nampak selalu prima dan percaya diri. Namun akhlak
dan moralnya? Masih bobrok. Itulah cakap IQ dan EQ namun tidak memiliki SQ.
Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang
dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena
mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu,
bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak
memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
IQ digambarkan sebagai “What I
think?“, EQ “What I Feel”, dan SQ adalah kemampuan menjawab “Who I am“. Siapa
saya? Dan untuk apa saya diciptakan. Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki
semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk
menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan
mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa
hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah
yang memberikan makna.
Sekarang ini kebanyakan manusia
menganggurkan kecerdasan yang mereka miliki. Punya mata hanya untuk melihat
tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi
tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk
mendengarkan dan seterusnya. Oleh sebab itu, berbagai kecerdasan yang dimiliki
haruslah dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai disia-siakan.
IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam
mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari,
keputusan yang kita buat berasal dari berbagai proses, diantaranya :
1.
Merumuskan keputusan.
2.
Menjalankan keputusan tersebut.
3.
Menyikapi hasil pelaksanaan
keputusan itu.
Rumusan keputusan itu seyogyanya
didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi),
bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka atau tidak suka.
Kita bisa menggunakan IQ yang
menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat,
dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan
yang ada. Rencana keputusan yang hendak kita ambil merupakan hasil dari
penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi
kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup
bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab
itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan
perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan.
Kemudian dengan SQ kita dapat menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya, serta untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup apa yang lebih bermakna supaya tidak sia-sia.
Banyak fakta dan dinamika dalam hidup
ini yang harus dipertimbangkan. Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa
faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang
terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan
pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan”
sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian
konflik. Ini merupakan salah satu pengaplikasian orang yang menggunakan IQ, EQ
dan SQ dalam mengambil keputusan.
Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ
adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait
(interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita
pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak
dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan
perasaan. Meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan
keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan
se-fleksibel orang berenang.
Aplikasi keputusan dengan IQ, EQ, dan
SQ ini hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata
Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri
di dalam diri kita. “Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan
strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar
berkelahi)”.
Kecerdasaan Intelektual ( IQ ) anak
telah ditumbuh kembangkan di sekolah, misalnya melatih keterampilan teknis dan
pengetahuan ilmiah anak. Lalu, bagaimana dengan EQ dan SQ ?
Kini orang tua semakin peduli dengan
karakter anak. Para orang tua semakin sadar dan yakin bahwa keberhasilan anak
tidak lagi cukup dengan ketrampilan teknis dan pengetahuan ilmiah, namun juga
dengan kemampuan pengendalian diri dan hidup bermasyarakat.
- Peran IQ, EQ, dan SQ pada Kesuksesan
Kesuksesan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak
ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Tentunya ada yang salah dalam pola pembangunan SDM selama ini, yakni terlalu
mengedepankan IQ, dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh karena itu kondisi
demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus diterapkan secara
seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama kepada IQ, EQ
dan SQ.
Pendidikan sekolah bukan lagi
satu-satunya tumpuan keberhasilan seseorang dalam meraih kebahagiaan. Sistem
pendidikan yang dikenal selama ini hanya menekankan pada nilai akademik,
kecerdasan otak saja. Siswa dituntut belajar mulai sekolah dasar hingga
perguruan tinggi sekedar supaya memeroleh nilai bagus yang dapat dijadikan
bekal mencari pekerjaan. Kecerdasan IQ ditengarai tidak berjalan seimbang
dengan dua kecerdasan lainnya, yakni kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual.
Di sisi lain, dijumpai kekerasan dan penyimpangan perilaku. Keahlian dan
pengetahuan saja tidaklah cukup, perlu ada pengembangan kecerdasan emosi,
seperti inisiatif, optimis, kemampuan beradaptasi. EQ dengan garis hubung
antara manusia dengan manusia yang lain. Sedangkan SQ, hubungan manusia dengan
Tuhan. Tiga kecerdasan tersebut tidak bisa dipisahkan. Ketika seseorang
berhasil meraih kesuksesan dengan memaksimalkan IQ dan EQ, seringkali ada
perasaan hampa dalam kehidupan batinnya, karena mereka tidak memuat SQ.
Peran IQ, EQ, dan SQ diantaranya
dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja. Bahkan bisa merubah budaya
ketidakdisplinan menjadi disiplin dan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan
terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Metodologi training yang diterapkan akan
menuntun peserta membangkitkan 7 nilai dasar, yakni kejujuran, keadilan,
kedisiplinan, tanggung jawab, visioner, kerjasama, dan kepedulian. Tujuh nilai
dasar itu sebenarnya sudah ada dalam diri manusia. Sehingga melalui pelatihan
akan menghasilkan peningkatan secara berkesinambungan dan berkelanjutan seumur
hidup.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Manusia menjalani
kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri
dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka dari itu manusia
disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai
manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal ( bersosialisasi ).....” (Al-Hujurat :13 ).
Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita
kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya
itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang
ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini,
kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya
dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah
sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan
masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama,
mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita
berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi
dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka
adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak
(manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan
bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan
desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat
marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang
produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan
cenderung tertinggal.
B.
Saran – saran
Pembangunan
Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan pengembangan wilayah desa
yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota. Masalah yang terjadi di kota
tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya
sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok
untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota
maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius
apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa
tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya
investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang
memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya
menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial
Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.
Kosim, H, E. 1996. Bandung: Sekolah
Tinggi Bahasa Asing Yapari
Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
_______, 1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta:
Yudistira
No comments:
Post a Comment